jalur 13 JAM
begitu kaki saya turun dari bus, saya berharap "Oh God, apa gua udah di Bali?" atau seenggaknya somewhere yang worth it, sama lamanya perjalanan saya kemaren.
permasalahannya sekarang adalah, perjalanan saya hanyalah dari Lampung ke Jogja yang harusnya cuman dan hanya sehari. tapi gara-gara that bloody fucking shit of broken bridge, saya harus rela duduk di bus selama kurang lebih 13 jam lebih lama! bayangkan!! seharusnya saya sampai di terminal Jombor tersayang sambil ditemani panasnya siang khas Jogja dan bukannya malah dinginnya pagi buta dan antrian supir taksi di pinggir jalan depan jalan masuk terminal.
lampung oh lampung.. belum pernah saya dikecewakan sebegini parah sama kota kelahiran sendiri. jalan lintas Sumatra yang harusnya bisa ditempuh selama paling lama 3 jam menuju pelabuhan Bakauheuni, sekarang jadi molor 13 jam gara-gara jembatan yang hanya bisa dilewati mobil-mobil kecil seukuran sedan dan jazz kalo enggak mau nyebur jurang di kanan-kirinya dan - meniru ucapan Esti Kinasih - enggak akan cukup buat ngitung dosa apalagi minta ampun. sayangnya, jalan alternatif yang disediakan oleh pemrintah adalah melewati jalan lintas timur, yaitu perkampungan Bali dengan jalan yang jauh dari kata lebar apalagi rata. sementara jaraknya jauh melebihi jarak normal jalur biasa. bisa lebih lama 4 jam, itupun belum dihitung kemungkinan bus atau truk patas as ditengah jalan.
sebagai sebuah jalur altrnatif, bukankah seharusnya pemerintah bersikap professional dan enggak tanggung-tanggung dalam mengelola dan menjadikan jalur tersebut jalur alternatif. mentang-mentang jalur alternatif yang dipake kadang-kadang aja, lantas pemerintah membiarkan jalur tersebut begitu adanya dan membiarkan para warga yang - maaf - kurang bisa menghargai para supir dan penumpang yang sudah stress karena harus menunggu berjam-jam hanya demi bus bisa berjalan 1 meter satu jam, untuk mengelolanya. bukannya gua sengaja merendahkan mereka, tapi apa yang gua alami ketika harus terjebak di antara para pemuda yang berusaha mengatur kemacetan tengah malem buta, sungguh sangat membuat saya pengin loncat dan balik badan pulang lagi saja. lantara mereka yang dengan seenaknya menggedor-gedor badan bus sambil berteriak bak seorang yang hebat. jujur, itu sempat bikin saya meringkel ketakutan, karena yang digedor salah satunya adalah kaca di sebelah tempat duduk saya.
dengan keadaan seperti itu, apakah ada tujuan lain dari pemerintah, yang secara tidak langsung menghimbau warganya untuk lebih memilih naik pesawat saja? hooo... kalo saja bandara Radin Intan telah memiliki penerbangan yang lebih jauh tanpa harus transit dan tukar pesawat di Jakarta saja, saya sudah sangat welcome dengan kemungkinan itu. apalagi kalau diikuti dengan penerbangan internasional. oohh.. pak Gubernur.. dengarkanlah suara wargamu ini...
terlebih lagi ada rencana akan dibungunnya jembatan yang menghubungkan Bakauheuni dan Merak. well, nasihat yang mungkin gua bisa berikan adalah, kalau jalur darat saja bisa sangat bikin traumatik akut begitu, bagaimana dengan pembangunan jembatan? lebih baik, perbaiki jalur darat yang amat sangat penting itu dulu, baru konsen ke jembatan yang amat sangat fatal kalau sampai rubuh di tengah jalan. laut kan, dalam... dan tidak bisa lewat jalur alternatif kalau sampai macet ditengah-tengahnya. masa mau belok kiri terus nyebut ke laut?
yah, mungkin bener kata ibu saya, bahwa ini adalah perjalanan yang begitu berharga dan penuh makna, salah satunya, saya harus lebih sabar dan kalau pulang lihat-lihat apakah pesawat ke Lampung lebih murah dibandingkan badan yang remuk redam kalau harus merasakan perjalanan penuh gelombang itu??
permasalahannya sekarang adalah, perjalanan saya hanyalah dari Lampung ke Jogja yang harusnya cuman dan hanya sehari. tapi gara-gara that bloody fucking shit of broken bridge, saya harus rela duduk di bus selama kurang lebih 13 jam lebih lama! bayangkan!! seharusnya saya sampai di terminal Jombor tersayang sambil ditemani panasnya siang khas Jogja dan bukannya malah dinginnya pagi buta dan antrian supir taksi di pinggir jalan depan jalan masuk terminal.
lampung oh lampung.. belum pernah saya dikecewakan sebegini parah sama kota kelahiran sendiri. jalan lintas Sumatra yang harusnya bisa ditempuh selama paling lama 3 jam menuju pelabuhan Bakauheuni, sekarang jadi molor 13 jam gara-gara jembatan yang hanya bisa dilewati mobil-mobil kecil seukuran sedan dan jazz kalo enggak mau nyebur jurang di kanan-kirinya dan - meniru ucapan Esti Kinasih - enggak akan cukup buat ngitung dosa apalagi minta ampun. sayangnya, jalan alternatif yang disediakan oleh pemrintah adalah melewati jalan lintas timur, yaitu perkampungan Bali dengan jalan yang jauh dari kata lebar apalagi rata. sementara jaraknya jauh melebihi jarak normal jalur biasa. bisa lebih lama 4 jam, itupun belum dihitung kemungkinan bus atau truk patas as ditengah jalan.
sebagai sebuah jalur altrnatif, bukankah seharusnya pemerintah bersikap professional dan enggak tanggung-tanggung dalam mengelola dan menjadikan jalur tersebut jalur alternatif. mentang-mentang jalur alternatif yang dipake kadang-kadang aja, lantas pemerintah membiarkan jalur tersebut begitu adanya dan membiarkan para warga yang - maaf - kurang bisa menghargai para supir dan penumpang yang sudah stress karena harus menunggu berjam-jam hanya demi bus bisa berjalan 1 meter satu jam, untuk mengelolanya. bukannya gua sengaja merendahkan mereka, tapi apa yang gua alami ketika harus terjebak di antara para pemuda yang berusaha mengatur kemacetan tengah malem buta, sungguh sangat membuat saya pengin loncat dan balik badan pulang lagi saja. lantara mereka yang dengan seenaknya menggedor-gedor badan bus sambil berteriak bak seorang yang hebat. jujur, itu sempat bikin saya meringkel ketakutan, karena yang digedor salah satunya adalah kaca di sebelah tempat duduk saya.
dengan keadaan seperti itu, apakah ada tujuan lain dari pemerintah, yang secara tidak langsung menghimbau warganya untuk lebih memilih naik pesawat saja? hooo... kalo saja bandara Radin Intan telah memiliki penerbangan yang lebih jauh tanpa harus transit dan tukar pesawat di Jakarta saja, saya sudah sangat welcome dengan kemungkinan itu. apalagi kalau diikuti dengan penerbangan internasional. oohh.. pak Gubernur.. dengarkanlah suara wargamu ini...
terlebih lagi ada rencana akan dibungunnya jembatan yang menghubungkan Bakauheuni dan Merak. well, nasihat yang mungkin gua bisa berikan adalah, kalau jalur darat saja bisa sangat bikin traumatik akut begitu, bagaimana dengan pembangunan jembatan? lebih baik, perbaiki jalur darat yang amat sangat penting itu dulu, baru konsen ke jembatan yang amat sangat fatal kalau sampai rubuh di tengah jalan. laut kan, dalam... dan tidak bisa lewat jalur alternatif kalau sampai macet ditengah-tengahnya. masa mau belok kiri terus nyebut ke laut?
yah, mungkin bener kata ibu saya, bahwa ini adalah perjalanan yang begitu berharga dan penuh makna, salah satunya, saya harus lebih sabar dan kalau pulang lihat-lihat apakah pesawat ke Lampung lebih murah dibandingkan badan yang remuk redam kalau harus merasakan perjalanan penuh gelombang itu??
Komentar
Posting Komentar