escape from my twin
Setelah lebih dari 3 bulan saya puasa menulis, menelan semua unek-unek bulat-bulat, melampiaskan pada kopi, teh, dan bantal guling kasur, saya kembali.
Menengok tulisan saya seperti menjenguk kembali sebagian diri saya yang tidak terjamah. Saudara kembar siam yang tinggal nyaman dalam tulisan dan tetap nyaman meski dibaca orang (baca : mas Gula :P)
Saya memang tipe introvert (sudah dibuktikan lewat beberapa tes psikologi), dan menulis menjadi salah satu cara saya untuk melampiaskan semua yang tidak terkatakan. Keluh, kesah, marah, sedih, senang. Sulit memang, hidup dikala kamu punya banyak teman dan kekasih di sekeliling mu, tapi tetap, mulutmu terbelenggu, sulit untuk mengeluarkan pendapat, unek-unek, pikiran bahkan beban di dalam hati. Hasilnya, kamu cuman bisa mendung sendirian. Meski penopang itu ada banyak dan siap sedia meminjamkan pundak, bahkan lebih.
Saya belajar, menyimpan segalanya sendirian, membuatmu sakit dan senang sendirian. Egois sekali. Manakala masalah itu, sebenarnya bisa diselesaikan dan harus diselesaikan berdua, atau ramai-ramai. Mungkin itu bukan masalahmu. Mungkin itu bukan bebanmu. Mungkin itu bukan hanya kebahagiaanmu. mungkin saya bisa merayakannya tidak sendiri lagi.
23 tahun hidup seperti itu, lumayan capek juga. Capek banget malah. Bicara sendiri. Marah-marah sendiri, sedih-sedih sendiri. Bahagia sendiri. Sementara saya punya teman-teman. Punya mas Gula.
Kini, saya tidak harus lari pada saudara kembar saya lagi. Atau berbicara sendiri. Atau bertindak bodoh dengan diam dan berharap mereka akan mengerti sendiri. Bodoh sekali.
Saya hanya harus lebih terbuka.., bicara yang menjadi unek-unek saya.
Bertanya.., entah itu hanya sekedar pertanyaan bodoh, sebelum menjadi pertanyaan mematikan yang berujung pada opini egois. Subjektif.
Menulis, tetap menjadi kegiatan yang (saya usahakan) rutin. Sekedar mengabadikan momen-momen indah.., perjalanan.., kegiatan.., yang tidak cukup hanya lewat kamera.
Menulis, bukan lagi pelampiasan. Menulis tidak selayaknya menjadi penjara.
Sebelum saya merusak segalanya – lagi.
Saya pernah diam dan kehilangan.
Sekarang saya punya mas Gula. Dan tidak mau kehilangan (lagi)
Menengok tulisan saya seperti menjenguk kembali sebagian diri saya yang tidak terjamah. Saudara kembar siam yang tinggal nyaman dalam tulisan dan tetap nyaman meski dibaca orang (baca : mas Gula :P)
Saya memang tipe introvert (sudah dibuktikan lewat beberapa tes psikologi), dan menulis menjadi salah satu cara saya untuk melampiaskan semua yang tidak terkatakan. Keluh, kesah, marah, sedih, senang. Sulit memang, hidup dikala kamu punya banyak teman dan kekasih di sekeliling mu, tapi tetap, mulutmu terbelenggu, sulit untuk mengeluarkan pendapat, unek-unek, pikiran bahkan beban di dalam hati. Hasilnya, kamu cuman bisa mendung sendirian. Meski penopang itu ada banyak dan siap sedia meminjamkan pundak, bahkan lebih.
Saya belajar, menyimpan segalanya sendirian, membuatmu sakit dan senang sendirian. Egois sekali. Manakala masalah itu, sebenarnya bisa diselesaikan dan harus diselesaikan berdua, atau ramai-ramai. Mungkin itu bukan masalahmu. Mungkin itu bukan bebanmu. Mungkin itu bukan hanya kebahagiaanmu. mungkin saya bisa merayakannya tidak sendiri lagi.
23 tahun hidup seperti itu, lumayan capek juga. Capek banget malah. Bicara sendiri. Marah-marah sendiri, sedih-sedih sendiri. Bahagia sendiri. Sementara saya punya teman-teman. Punya mas Gula.
Kini, saya tidak harus lari pada saudara kembar saya lagi. Atau berbicara sendiri. Atau bertindak bodoh dengan diam dan berharap mereka akan mengerti sendiri. Bodoh sekali.
Saya hanya harus lebih terbuka.., bicara yang menjadi unek-unek saya.
Bertanya.., entah itu hanya sekedar pertanyaan bodoh, sebelum menjadi pertanyaan mematikan yang berujung pada opini egois. Subjektif.
Menulis, tetap menjadi kegiatan yang (saya usahakan) rutin. Sekedar mengabadikan momen-momen indah.., perjalanan.., kegiatan.., yang tidak cukup hanya lewat kamera.
Menulis, bukan lagi pelampiasan. Menulis tidak selayaknya menjadi penjara.
Sebelum saya merusak segalanya – lagi.
Saya pernah diam dan kehilangan.
Sekarang saya punya mas Gula. Dan tidak mau kehilangan (lagi)
Komentar
Posting Komentar