Jepara (Trus Karyo Tataning Bumi)
Kota Jepara, sebuah kabupaten yang terletak di Provinis Jawa Tengah dengan ibu kota Jepara. Berbatasan langsung dengan pantai Utara, kota ini menjadi singgahan wajib para turis local maupun manca yang hendak menyeberang ke Pulau Karimun Jawa, termasuk saya dan teman saya.
Kota dengan kepadatan penduduk 1.095,44 jiwa/km2 ini terkenal dengan kerajinan meubelnya dan tokoh legenda Raden Ajeng Kartini yang lahir dan wafat di kota ini.
Minggu lalu, sepulang saya dari Pulau Karimun Jawa, saya dan teman saya menyempatkan diri untuk berkeliling kota sementara menunggu keberangkatan bus kembali ke Jakarta pukul setengah 5 sore. Kebetulan seorang teman dari Kudus juga sedang berada di Pantai Bandengan, dan kami akan menemuinya.
Taksi menjadi satu-satunya moda transportasi yang kami pilih karena minimnya jumlah angkutan kota di kota ini. Selain itu becak juga dihindari karen faktor kemanusiaan. Sementara taksi sendiri, menurut mbak yang jaga loket tiket bus, hanya berjumlah 5 buah saja. Dan harus pesan. Wow!
Satu-satunya objek wisata yang kami tahu hanya Museum Raden Ajeng Kartini yang letaknya tidak jauh dari terminal, disebelah alun-alun kota kalau tidak salah. Bangunannya tergolong kecil dan tidak banyak benda yang dipamerkan. Sebagian besar adalah produk keunggulan dari Kota Jepara sendiri : anyaman dan meubel, meskipun namanya adalah Museum RA. Kartini.
Sejarah RA Kartini sendiri yang dipamerkan berupa poto-poto tulisan tangan beliau, poto-poto beliau dan ketiga saudaranya, orang tua, suami dan ketiga anak tirinya, teman-teman dekatnya, lukisan-lukisan tangan beliau dan kedua saudara perempuannya, dan peralatan kursi meja yang digunakannya semasa beliau hidup. Sayang sekali sebagian dokumen asli justru tersimpan di Museum Belanda.
Sebelum pulang, kami sempat bercakap-cakap dengan seorang pemuda penjaga museum. Dia sedikit terkejut mengetahui bahwa saya hanya berdua dengan teman perempuan saya berkelana hingga Pulau Karimun Jawa. Kami bertanya, “Kenapa?”, dia bilang tidak biasa saja. Anda berdua berani sekali. Sedikit lucu, karena dia mengucapkannya justru di tempat seorang perempuan berusaha keras sepanjang hidupnya supaya perempuan-perempuan lain mendapatkan persaman hak dan tidak lagi menjadi perempuan manja yang tergantung pada laki-laki. Saya dan teman saya, mungkin adalah termasuk wanita yang tergerus modernitas yang percaya pada kebebasan dan kemampuan kami untuk berusaha sendiri dan menikmati kebebasan itu dengan penuh tanggung jawab :)
Selesai dari museum, kami meminta pak Supir untuk mengantarkan ke toko oleh-oleh. Katanya oleh-oleh yang khas dari sini adalah kacang listrik. Kacang tanah yang digoreng dengan pasir pantai. Hmmm.. ternyata begitu sampai, itu adalah kacang oven. Saya hanya membeli beberapa untuk teman-teman kantor.
Setelah itu kami langsung menuju Pantai Bandengan, menemui teman dari Kudus. Letaknya sedikit jauh dari kota, sekitar 20 menitan. Dengan jalan aspal kecil dan kanan kiri rumah-rumah berjauhan. Tapi banyak sekali motel dan hotel mendekati lokasi pantai.
Sebelum memasuki portal Pantai Bandengan, kami berbelok ke Sunset Beach Cafe dan Resto. Sebuah lounge dengan private pantai yang bersambungan dengan pantai Bandengan. Banyak turis asing dan pantai yang jauh lebih bersih dan ramai.
Saya terpana, di kota kecil ini rupanya ada pantai yang begitu menawan dan justru menjadi tujuan wisatawan asing.
Kami hanya satu jam disana. Ngobrol-ngobrol, poto dan akhirnya menyerah menunggu makan siang dihidangkan dan terpaksa dibungkus saja dimakan di terminal.
Selain Pantai Bandengan, sebenarnya Jepara juga punya beberapa tujuan wisata lainnya, seperti Kura-Kura Ocean park dengan patung Kura-kura yang besar sekali, Tiara Park, Pantai Benteng Portugis, Masjid Agung Jepara, dan sisa benteng pelindung komplek inti Kraton Kalimanyat, satu-satunya sisa bangunan kraton
#IndonesiaCantik
Komentar
Posting Komentar