ARJUNO sebuah awal
gunung Arjuna atau Arjuno dalam pelafalan bahasa Jawa, memang merupakan pengalaman mendaki saya yang pertama. dan yang paling ekstrem.
sebelumnya tidak pernah dibayangkan saya akan mendapatkan mimpi terselubung saya secepat itu dan bahkan tanpa persiapan apapun. naik gunung pun bukan program pokok maupun nonpokok tim KKN saya atau bahkan agenda tetap diluar program alias rekreasi. karena sejak awal, teman saya yang selanjutnya menjadi calon tulang rusuk saya (amiiinnn..... hehehe) mengatakan bahwa agenda naik gunung tersebut lebih seperti kemping di atas bukit karena memang tidak terlalu tinggi. jadi saya pun, tidak berharap terlalu banyak.
meski sebenarnya naik gunung sudah menjadi ambisi mas calon-tulang-rusuk-saya tersebut pada saat KKN di Batu Juli-Agustus 2011 yang lalu, namun karena beberapa hal dan ihwal rencana tersebut sempat terancam batal. walaupun pada akhirnya kami memaksa untuk menyukseskan acara tersebut meski dengan persiapan yang serba mendadak dan minim.
maka disanalah saya dan mas calon-tulang-rusuk-saya mondar mandir mencari beberapa perlengkapan. perlu diingat, ini kami lakukan malam sebelum keberangkatan. dan sampai pukul 12 malam pun, kami belum packing sama sekali, dan bahlan logistik pun belum dibeli. karena calon-tulang-rusuk-saya itu mengkhawatirkan kesehatan dan kebugaran jasmani saya sebagai anggota pendaki pemula yang akan ikut mendaki besup paginya, akhirnya logistik dan sisa perlengkapan lainnya dialah yang mencari.
sebagai catatan yang paling penting, kami melakukan pendakian saat bulan puasa. diulang bulan puasa. amazing bukan?? saya sendiri sampai sekarang masih tidak bisa percaya bahwa saya sudah pernah melakukan kegilaan seperti itu. gila? saya pikir nekad adalah kata yang lebih tepat.
esoknya setelah sahur, kami segera packing masing-masing. rombongan kami pada akhirnya berjumlah 6 orang, dengan 3 orang buta gunung alias murni pemula (saya, ngarso, dan dofier) serta 3 orang yang kami pikir sudah lebih ahli dan lebih akrab dengan gunung (sani - calon-tulang-rusuk-saya; cangcut, mas jusfi). kami akhirnya berangkat sekitar pukul 7 pagi dengan naik motor ke basecamp pertama. sekitar 20 perjalanan dan kami langsung disuguhi pemandangan nan luar biasa indah. pemandangan sawah yang terhampar hijau di depan mata kami benar-benar memberikan hawa sejuk di pagi hari. tidak hanya tanaman sayuran, tetapi juga buah-buahan. meski begitu perjalanan tidak semudah yang kami pikir karena ternyata medannya cukup menanjak dan licin berdebu karena masih tanah. sempat saya harus turun dari motor karena motor tidak kuat menanjak. dan jalanan menanjak yang harus saya tempuh sejauh beberapa meter cukup memberikan shock therapy pada saya yang tidak pernah olahraga ini. (menyesaaalllll.... sedikit :P)
begitu sampai tujuan akhir, yakni tempat menitipkan motor (yang diharapkan), sani menemui orang yang akan dimintai bantuan akan tetapi ternyata lebih baik motor dititipkan dirumah orang itu saja karena lebih aman. jadilah motor dibawa kembali ke rumah orang tersebut oleh dofier, sani dan mas yusfi. sementara sisanya, saya ngarso dan cangcut terpaksa menunggu tanah agak lapang di sekitar tempat itu
hampir lebih dari satu jam ketiga teman kami itu baru kembali (dan kami baru tahu alasannya ketika kembali besoknya). akhirnya sekitar pukul 9 pagi kami baru memulai langkah pertama kami masuk menuju kerimbunan hutan gunung Arjuno. langkah awal yang menentukan. langkah awal ku yang bersejarah. Bismillah.....,
sebagai informasi, ternyata jalur pendakian yang kami lewati bukan merupakan jalur legal, tetapi jalur yang dipakai oleh penduduk untuk mencari kayu.
sejak awal, jalur memang sudah cukup menanjak, tapi karena semangat yang menggebu gebu dan perasaan senang karena bisa saling bercanda, jalur tersebut tidak terlalu menyita banyak kelelahan dan keputussemangat-an kami. khususnya saya yang sejak awal memang sedikit bimbang dan takutnya terlalu memandang tinggi kekuatan tubuh saya.
karena bawaan kami yang memang cukup berat (dua buah tenda dan banyak sekali makanan dan minuman) dan hanya mampu dipanggul oleh dua orang - sani dan cangcut, perjalanan kami memang dihiasi oleh berkali-kali istirahat. tidak masalah, mengingat fisik saya dan ngarso yang juga tidak terlatih melewati jalur yang selalu menanjak.
setelah lewat jam ke empat dan memasuki hutan yang semakin lebat dengan pergantian vegetasi, jalur pendakian semakin tidak bersahabat. yang kami lihat di depan hanyalah mendaki mendaki dan mendaki.., seperti lagu anak-anak yang populer saat saya masih kecil naik-naik ke puncak gunung..., enggak nyampe-nyampe - dengan perubahan sedikit pada kalimat terakhir yang menyesuaikan kondisi medan saat itu :P.
pada awalnya Sani pernah bilang kepada saya bahwa jalur pendakian tidak akan sesulit gunung-gunung lainnya yang pernah ia daki sebelumnya, paling tidak bila kita berangkat pagi, kemungkinan besar siang hari kita sudah akan sampi di puncak. tapi yang terjadi kemudian adalah sampai menjelang buka puasa, kami bahkan belum bisa melihat puncaknya. GGRRRRRrrrrrrrrrrrr...........
langkah kaki kami sudah semakin berat, khususnya saya yang sepertinya hampir 15 menit sekali harus berhenti untuk menarik napas. sementara yang saya lihat di depan masih pohon-pohon rapat yang juga mendaki. bukan tanjakan halus yang bisa ditolerir, melainkan tanjakan terjal yang bikin menghela napas menahan jengkel dan kelelahan. mungkin ini juga diakibatkan kondisi kami yang memang sedang puasa. yang mana tenggorokan sudah tidak ada air untuk ditelan dan keceriaan juga sudah tidak mampu lagi dihadirkan diantara kami.
memperhatikan waktu yang sebentar lagi akan menggelap sementara puncak pun masih nun jauhnya kelip di atas sana, kami akhirnya memutuskan untuk buka puasa di sebuah tanah lapang.
sejujurnya, berada pada ketinggian lebih dari 2000 meter dan disuguhi pemandangan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata (dipersilahkan untuk melihat sendiri dan mengartikan sendiri-sendiri), kelelahan yang kami rasakan seperti hilang wuussss........... begitu saja. mungkin karena kami sibuk mengagumi semuanya dengan cara masing-masing atau karena kekenyangan dan mencoba menyusun kembali energi.tapi saya pikir, perasaan kami semua hampir sama saat itu, kekenyangan dan keterpanaan. khususnya untuk saya, ngarso dan dofier yang baru pertama kali ini menjamah gunung hingga ketinggian seperti ini.
hampir setengah jam lebih kami beristirahat dengan mengisi perut dan minum banyak-banyak larutan penambah energi serta training singkat penggunaan alat bantu cahaya di kepala yang sudah dipersiapkan oleh Sani sebelumnya kalau-kalau keadaan seperti ini terjadi. yaitu mendaki saat gelap.
sejujurnya perasaan takut dan was-was sudah tidak bisa lagi saya pungkiri begitu menjejakkan langkah pertama memasuki hutan dalam keadaan gelap gulita. bayangkan saja berjalan memasuki hutan dalam keadaan terang benderang saja cukup membuat saya bergidik, apalagi ini yang gelap gulita. apalagi pada dasarnya saya penakut spesialis kegelapan. deg.. deg.. deg...
tapi makin lama ketakutan itu tidak lagi terasakan dan tergantikan dengan keleahan luar biasa. tidak ada yang membayangkan sebelumnya bahwa jalur akan menjadi lebih kejam karena kondisi yang hampir miring 90 derajat mendekati tegak lurus. kaki ini berasa ditancapkan ke tanah dan mulai terasa sakit ketika di langkahkan. puncaknya saya tidak mampu mengikuti kecepatan cangcut, ngarso dan dofier di depan dan tertinggal di belakang bersama mas jusfi dan sani yang memang berada di belakang untuk memback-up saya.
saya sadar itu adalah klimaks kekuatan saya. saya benar-benar berada pada titik terendah kekuatan saya. dan akibat mulut saya yang tidak di jaga dengan baik, kebekuan menyerang tubuh saya dengan segera. saya hampir tidak bisa merasakan kedua tangan saya. dan keadaan semakin parah setiap kali kami berhenti untuk beristirahat. padahal sejak di rumah, Sani sudah mewanti-wanti untuk menjaga omongan, warga setempat juga sudah melarang kita untuk bilang dingin, panas, dan tersesat.
perjalanan sermakin bertambah berat karena Dofier gemar sekali bilang "puncaknya udah keliatan lho. ayo sebentaaaarrr lagiiii!!!!"
aaaaaa.............. demi Tuhan, saya pengin sekali menyuruhnya diam dan terus saja berjalan. karena itu membuat saya bertambah depresi karena saya sama sekali tidak melihat apa yang dia sebut sebagai puncak.meskipun saya tahu dia hanya mencoba membuat semangat saya kembali bangkit.
hingga pada akhirnya jreng jreng jreng...., kami sampi di sebuah tanah lapang yang sani katakan "akhirnya..."
well, apapun itu akan saya bilang puncak! karena saya sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan kemanapun. dan akhirnya pukul 11 malam, kami mendirikan tenda di tempat tersebut. dan begitu tenda sudah berdiri, semua langsung masuk dan saya tidak berani lagi keluar karena badan yang semakin mendingin...
pagi harinya saya baru tahu kalau yang kami tempati saat ini bukanlah puncak sesungguhnya melainkan hanya puncak bayangan. Sani, mas yusfi dan cangcut memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kepuncak sekitar pukul 7 pagi. sementara ngarso merasa tidak enak badan, dofier sesak napas, dan saya yang merasa kaki sebelah kencot dan masih berteriak protes kalau berjalan cepat. ketiga pejuang yang lanjut ke puncak ternyata tidak butuh waktu lama. hanya dalam waktu satu jam mereka sudah kembali lagi ke tenda. (plok plok plok!!! edaannnn!!!) katanya sie, mereka lari. ckckck..
pagi ini kami memutuskan untuk tidak puasa karena kondisi badan yang mulai mengkhawatirkan. selain dofier yang tetap keukeh berpuasa. sekitar pukul 12 siang setelah membereskan tenda akhirnya kami memutuskan untuk kembali. perjalanan pulang diputuskan dibagi menjadi dua kelompok, saya, ngarso dan dofier berjalan duluan, sementara sani, mas yusfi dan cancut menyusul di belakang. hal ini dikarenakan berat beban yang harus mereka panggul sehingga harus terus berlari turun kalau tidak mau kaki kecengklak. sementara kami para pemula masih harus turun berlari pelan-pelan dengan dobel rem kalau tidak mau berakhir menggelundung sampai berhenti sendiri oleh daya gravitasi bumi.
saya sendiri beberapa kali terpaksa menyerah dan pasrah prosotan karena tidak mampu menguasai laju kaki. sedangkan rem sendiri sepertinya sudah jebol karena kaki yang masih terasa kaku akibat diforsir kemarin.
secara keseluruhan, perjalanan pulang kami sangat mengagumkan karena hanya ditempuh selama kurang lebih dua jam. dari puncak sampai titik awal. padahal kami memerlukan waktu sekitar 14 jam untuk mencapai puncak. wwwaooow...
akan tetapi saya mendapatkan beberapa catatan yang cukup penting. yang pertama adalah kami kekurangan persediaan air. air terakhir yang kami miliki habis hanya beberapa meter dari titik awal kami datang, dan itu sungguh sangat melegakan. tidak terbayangkan kami harus terus berlari tanpa air dan tenggorokan yang sudah terasa perih akibat tidak ada zat cair yang bisa dilewatkan untuk membasahinya. yang kedua adalah perkataan ngarso selama beberapa kali yang secara jelas menyebutkan nyasar. dan saya sudah berdoa berkali-kali semoga tidak terjadi apa-apa dan thanks God, kami selamat sampai rumah tanpa kekurangan suatu apapun. dan yang terakhir adalah keberadaan kantong sampah yang kami tinggalkan di tempat kami berbuka puasa. sani sudah meyakinkan saya berkali-kali bahwa ia meletakknya di bawah sebuah pohon. namun saya menemukannya tergantung di salah satu dahan. memang saya yang membawanya untuk dibuang di bawah. well, hanya Tuhan dan kantong sampah itu yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. saya dan sani hanya mencoba berfikir yang positif-positif saja. hehehe..,
setibanya kami di titik awal pendakian, kami sudah ditunggu oleh orang yang menjaga motor-motor kami dan beliau membawa kami kembali ke rumahnya. disinilah saya tahu mengapa butuh waktu cukup lama ketiga teman saya ketiga menitipkan motor. karena memang rumahnya jauuuuuuhhhhhh setengah hidup! tapi syukurlah, sampai di rumah orang itu berbarengan dengan buka puasa dan kami dihidangkan air minum yang langsung kami tenggak habis dan beberapa makan untuk mengganjal perut. Alhamdulillah.... lapeeerrr!!!
sebenarnya yang paling menyenangkan adalah kami diajak ke kebun apel beliau dan dipersilahkan memetik sendiri apel-apel tersebut. sebanyak apapun yang kita mau. (mata langsung blink blink!!)
setelah merampok apel-apel orang tersebut yang disembunyikan mas yusfi di kantong jaketnya sampai menggelembung (ini adalah lelucon yang membuat kami tertawa sampai sakit perut), akhirnya kami kembali ke pondokan dan sampai sekitar pukul setengah 7 malam. kami cukup disambut meriah dan haru karena ternyata mereka sangat khawatir karena kami tidak juga kembali hingga sore hari. (saya terharu.. mendengarnya). tanpa berganti pakaian kami langsung makan dengan rakusnya dan membersihkan diri tanpa mempedulikan air yang sedingin es karena tubuh kami yang amat sangat tidak bersahabat lagi bau dan kelengketannya..,
benar-benar pendakian yang penuh perjuangan. walaupun tidak sampai puncak yang sebenarnya, tapi saya sudah merasa berada di puncak. saya sudah merasakan apa yang semua orang rasakan ketika pertama kali menjejakkan diri di atas puncak tertingginya dan bagaimana saya merasa begitu kerdil di tengah kebesaranNya. dan sesungguhnya ia telah menunjukkan pada kami, bahwa tidak ada yang lebih hebat diantara kami, bahkan teman-teman yang sudah berkali-kali bolak balik naik turun gunung pun. kami semua surprise dengan jalurnya yang Subhanallah...
terima kasih untuk kesempatannya, menerima saya dengan baik di atas sana. juga terima kasih kepada mas calon-tulang-rusuk-saya, yang mewujudkan mimpi yang hampir tidak mungkin itu :)
setidaknya dari perjalanan ini, sani sudah membuat dua orang jadi ketagihan naik gunung. hahaha..,
sebelumnya tidak pernah dibayangkan saya akan mendapatkan mimpi terselubung saya secepat itu dan bahkan tanpa persiapan apapun. naik gunung pun bukan program pokok maupun nonpokok tim KKN saya atau bahkan agenda tetap diluar program alias rekreasi. karena sejak awal, teman saya yang selanjutnya menjadi calon tulang rusuk saya (amiiinnn..... hehehe) mengatakan bahwa agenda naik gunung tersebut lebih seperti kemping di atas bukit karena memang tidak terlalu tinggi. jadi saya pun, tidak berharap terlalu banyak.
meski sebenarnya naik gunung sudah menjadi ambisi mas calon-tulang-rusuk-saya tersebut pada saat KKN di Batu Juli-Agustus 2011 yang lalu, namun karena beberapa hal dan ihwal rencana tersebut sempat terancam batal. walaupun pada akhirnya kami memaksa untuk menyukseskan acara tersebut meski dengan persiapan yang serba mendadak dan minim.
maka disanalah saya dan mas calon-tulang-rusuk-saya mondar mandir mencari beberapa perlengkapan. perlu diingat, ini kami lakukan malam sebelum keberangkatan. dan sampai pukul 12 malam pun, kami belum packing sama sekali, dan bahlan logistik pun belum dibeli. karena calon-tulang-rusuk-saya itu mengkhawatirkan kesehatan dan kebugaran jasmani saya sebagai anggota pendaki pemula yang akan ikut mendaki besup paginya, akhirnya logistik dan sisa perlengkapan lainnya dialah yang mencari.
sebagai catatan yang paling penting, kami melakukan pendakian saat bulan puasa. diulang bulan puasa. amazing bukan?? saya sendiri sampai sekarang masih tidak bisa percaya bahwa saya sudah pernah melakukan kegilaan seperti itu. gila? saya pikir nekad adalah kata yang lebih tepat.
esoknya setelah sahur, kami segera packing masing-masing. rombongan kami pada akhirnya berjumlah 6 orang, dengan 3 orang buta gunung alias murni pemula (saya, ngarso, dan dofier) serta 3 orang yang kami pikir sudah lebih ahli dan lebih akrab dengan gunung (sani - calon-tulang-rusuk-saya; cangcut, mas jusfi). kami akhirnya berangkat sekitar pukul 7 pagi dengan naik motor ke basecamp pertama. sekitar 20 perjalanan dan kami langsung disuguhi pemandangan nan luar biasa indah. pemandangan sawah yang terhampar hijau di depan mata kami benar-benar memberikan hawa sejuk di pagi hari. tidak hanya tanaman sayuran, tetapi juga buah-buahan. meski begitu perjalanan tidak semudah yang kami pikir karena ternyata medannya cukup menanjak dan licin berdebu karena masih tanah. sempat saya harus turun dari motor karena motor tidak kuat menanjak. dan jalanan menanjak yang harus saya tempuh sejauh beberapa meter cukup memberikan shock therapy pada saya yang tidak pernah olahraga ini. (menyesaaalllll.... sedikit :P)
begitu sampai tujuan akhir, yakni tempat menitipkan motor (yang diharapkan), sani menemui orang yang akan dimintai bantuan akan tetapi ternyata lebih baik motor dititipkan dirumah orang itu saja karena lebih aman. jadilah motor dibawa kembali ke rumah orang tersebut oleh dofier, sani dan mas yusfi. sementara sisanya, saya ngarso dan cangcut terpaksa menunggu tanah agak lapang di sekitar tempat itu
hampir lebih dari satu jam ketiga teman kami itu baru kembali (dan kami baru tahu alasannya ketika kembali besoknya). akhirnya sekitar pukul 9 pagi kami baru memulai langkah pertama kami masuk menuju kerimbunan hutan gunung Arjuno. langkah awal yang menentukan. langkah awal ku yang bersejarah. Bismillah.....,
sebagai informasi, ternyata jalur pendakian yang kami lewati bukan merupakan jalur legal, tetapi jalur yang dipakai oleh penduduk untuk mencari kayu.
sejak awal, jalur memang sudah cukup menanjak, tapi karena semangat yang menggebu gebu dan perasaan senang karena bisa saling bercanda, jalur tersebut tidak terlalu menyita banyak kelelahan dan keputussemangat-an kami. khususnya saya yang sejak awal memang sedikit bimbang dan takutnya terlalu memandang tinggi kekuatan tubuh saya.
Istirahat.. |
Istirahat lagi... (sudah mulai loyo) |
karena bawaan kami yang memang cukup berat (dua buah tenda dan banyak sekali makanan dan minuman) dan hanya mampu dipanggul oleh dua orang - sani dan cangcut, perjalanan kami memang dihiasi oleh berkali-kali istirahat. tidak masalah, mengingat fisik saya dan ngarso yang juga tidak terlatih melewati jalur yang selalu menanjak.
setelah lewat jam ke empat dan memasuki hutan yang semakin lebat dengan pergantian vegetasi, jalur pendakian semakin tidak bersahabat. yang kami lihat di depan hanyalah mendaki mendaki dan mendaki.., seperti lagu anak-anak yang populer saat saya masih kecil naik-naik ke puncak gunung..., enggak nyampe-nyampe - dengan perubahan sedikit pada kalimat terakhir yang menyesuaikan kondisi medan saat itu :P.
pada awalnya Sani pernah bilang kepada saya bahwa jalur pendakian tidak akan sesulit gunung-gunung lainnya yang pernah ia daki sebelumnya, paling tidak bila kita berangkat pagi, kemungkinan besar siang hari kita sudah akan sampi di puncak. tapi yang terjadi kemudian adalah sampai menjelang buka puasa, kami bahkan belum bisa melihat puncaknya. GGRRRRRrrrrrrrrrrrr...........
langkah kaki kami sudah semakin berat, khususnya saya yang sepertinya hampir 15 menit sekali harus berhenti untuk menarik napas. sementara yang saya lihat di depan masih pohon-pohon rapat yang juga mendaki. bukan tanjakan halus yang bisa ditolerir, melainkan tanjakan terjal yang bikin menghela napas menahan jengkel dan kelelahan. mungkin ini juga diakibatkan kondisi kami yang memang sedang puasa. yang mana tenggorokan sudah tidak ada air untuk ditelan dan keceriaan juga sudah tidak mampu lagi dihadirkan diantara kami.
memperhatikan waktu yang sebentar lagi akan menggelap sementara puncak pun masih nun jauhnya kelip di atas sana, kami akhirnya memutuskan untuk buka puasa di sebuah tanah lapang.
Negeri di Atas Awan |
setelah buka puasa.. |
Sunset.. :) |
hampir setengah jam lebih kami beristirahat dengan mengisi perut dan minum banyak-banyak larutan penambah energi serta training singkat penggunaan alat bantu cahaya di kepala yang sudah dipersiapkan oleh Sani sebelumnya kalau-kalau keadaan seperti ini terjadi. yaitu mendaki saat gelap.
sejujurnya perasaan takut dan was-was sudah tidak bisa lagi saya pungkiri begitu menjejakkan langkah pertama memasuki hutan dalam keadaan gelap gulita. bayangkan saja berjalan memasuki hutan dalam keadaan terang benderang saja cukup membuat saya bergidik, apalagi ini yang gelap gulita. apalagi pada dasarnya saya penakut spesialis kegelapan. deg.. deg.. deg...
tapi makin lama ketakutan itu tidak lagi terasakan dan tergantikan dengan keleahan luar biasa. tidak ada yang membayangkan sebelumnya bahwa jalur akan menjadi lebih kejam karena kondisi yang hampir miring 90 derajat mendekati tegak lurus. kaki ini berasa ditancapkan ke tanah dan mulai terasa sakit ketika di langkahkan. puncaknya saya tidak mampu mengikuti kecepatan cangcut, ngarso dan dofier di depan dan tertinggal di belakang bersama mas jusfi dan sani yang memang berada di belakang untuk memback-up saya.
saya sadar itu adalah klimaks kekuatan saya. saya benar-benar berada pada titik terendah kekuatan saya. dan akibat mulut saya yang tidak di jaga dengan baik, kebekuan menyerang tubuh saya dengan segera. saya hampir tidak bisa merasakan kedua tangan saya. dan keadaan semakin parah setiap kali kami berhenti untuk beristirahat. padahal sejak di rumah, Sani sudah mewanti-wanti untuk menjaga omongan, warga setempat juga sudah melarang kita untuk bilang dingin, panas, dan tersesat.
perjalanan sermakin bertambah berat karena Dofier gemar sekali bilang "puncaknya udah keliatan lho. ayo sebentaaaarrr lagiiii!!!!"
aaaaaa.............. demi Tuhan, saya pengin sekali menyuruhnya diam dan terus saja berjalan. karena itu membuat saya bertambah depresi karena saya sama sekali tidak melihat apa yang dia sebut sebagai puncak.meskipun saya tahu dia hanya mencoba membuat semangat saya kembali bangkit.
hingga pada akhirnya jreng jreng jreng...., kami sampi di sebuah tanah lapang yang sani katakan "akhirnya..."
well, apapun itu akan saya bilang puncak! karena saya sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan kemanapun. dan akhirnya pukul 11 malam, kami mendirikan tenda di tempat tersebut. dan begitu tenda sudah berdiri, semua langsung masuk dan saya tidak berani lagi keluar karena badan yang semakin mendingin...
selamat pagi Batu! |
Mahameru |
tempat bermalam dan berlindung dari dingin dan angin yang kenceng banget! |
pagi ini kami memutuskan untuk tidak puasa karena kondisi badan yang mulai mengkhawatirkan. selain dofier yang tetap keukeh berpuasa. sekitar pukul 12 siang setelah membereskan tenda akhirnya kami memutuskan untuk kembali. perjalanan pulang diputuskan dibagi menjadi dua kelompok, saya, ngarso dan dofier berjalan duluan, sementara sani, mas yusfi dan cancut menyusul di belakang. hal ini dikarenakan berat beban yang harus mereka panggul sehingga harus terus berlari turun kalau tidak mau kaki kecengklak. sementara kami para pemula masih harus turun berlari pelan-pelan dengan dobel rem kalau tidak mau berakhir menggelundung sampai berhenti sendiri oleh daya gravitasi bumi.
saya sendiri beberapa kali terpaksa menyerah dan pasrah prosotan karena tidak mampu menguasai laju kaki. sedangkan rem sendiri sepertinya sudah jebol karena kaki yang masih terasa kaku akibat diforsir kemarin.
secara keseluruhan, perjalanan pulang kami sangat mengagumkan karena hanya ditempuh selama kurang lebih dua jam. dari puncak sampai titik awal. padahal kami memerlukan waktu sekitar 14 jam untuk mencapai puncak. wwwaooow...
akan tetapi saya mendapatkan beberapa catatan yang cukup penting. yang pertama adalah kami kekurangan persediaan air. air terakhir yang kami miliki habis hanya beberapa meter dari titik awal kami datang, dan itu sungguh sangat melegakan. tidak terbayangkan kami harus terus berlari tanpa air dan tenggorokan yang sudah terasa perih akibat tidak ada zat cair yang bisa dilewatkan untuk membasahinya. yang kedua adalah perkataan ngarso selama beberapa kali yang secara jelas menyebutkan nyasar. dan saya sudah berdoa berkali-kali semoga tidak terjadi apa-apa dan thanks God, kami selamat sampai rumah tanpa kekurangan suatu apapun. dan yang terakhir adalah keberadaan kantong sampah yang kami tinggalkan di tempat kami berbuka puasa. sani sudah meyakinkan saya berkali-kali bahwa ia meletakknya di bawah sebuah pohon. namun saya menemukannya tergantung di salah satu dahan. memang saya yang membawanya untuk dibuang di bawah. well, hanya Tuhan dan kantong sampah itu yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. saya dan sani hanya mencoba berfikir yang positif-positif saja. hehehe..,
setibanya kami di titik awal pendakian, kami sudah ditunggu oleh orang yang menjaga motor-motor kami dan beliau membawa kami kembali ke rumahnya. disinilah saya tahu mengapa butuh waktu cukup lama ketiga teman saya ketiga menitipkan motor. karena memang rumahnya jauuuuuuhhhhhh setengah hidup! tapi syukurlah, sampai di rumah orang itu berbarengan dengan buka puasa dan kami dihidangkan air minum yang langsung kami tenggak habis dan beberapa makan untuk mengganjal perut. Alhamdulillah.... lapeeerrr!!!
sebenarnya yang paling menyenangkan adalah kami diajak ke kebun apel beliau dan dipersilahkan memetik sendiri apel-apel tersebut. sebanyak apapun yang kita mau. (mata langsung blink blink!!)
boleh ambil sepuasnya loooh! |
benar-benar pendakian yang penuh perjuangan. walaupun tidak sampai puncak yang sebenarnya, tapi saya sudah merasa berada di puncak. saya sudah merasakan apa yang semua orang rasakan ketika pertama kali menjejakkan diri di atas puncak tertingginya dan bagaimana saya merasa begitu kerdil di tengah kebesaranNya. dan sesungguhnya ia telah menunjukkan pada kami, bahwa tidak ada yang lebih hebat diantara kami, bahkan teman-teman yang sudah berkali-kali bolak balik naik turun gunung pun. kami semua surprise dengan jalurnya yang Subhanallah...
terima kasih untuk kesempatannya, menerima saya dengan baik di atas sana. juga terima kasih kepada mas calon-tulang-rusuk-saya, yang mewujudkan mimpi yang hampir tidak mungkin itu :)
setidaknya dari perjalanan ini, sani sudah membuat dua orang jadi ketagihan naik gunung. hahaha..,
Komentar
Posting Komentar