halo november
Bulan ini saya mulai dengan penolakan. 2 kali dalam satu hari. Yang berujung pada migren dua hari berturut-turut dan sakit kepala setiap pagi saya bangun tidur. Sampai hari ini.
Kata ibu itu hanya masalah kebiasaan. Saya belum terbiasa ditolak. Apalagi dengan ekspektasi tinggi. Harapan melambung tinggi. Fantasi gila. Jadi begitu pada akhirnya saya gagal, rasanya seperti disambar petir tengah hari. Atau dijatuhkan dari lantai 2.
Rasanya tidak sakit. Tapi mendung ini tidak juga mau pergi. Yang hasilnya, mood saya berantakan berhari-hari. Ironi.
Manakala niat awal iseng, harus berakhir tertimpa tangga. Selalu begitu.
Tapi bulan ini bahkan baru berjalan 6 hari. Dan tiba-tiba pekerjaan saya seperti tidak ada habisnya. Selalu ada tanggungan setiap weekend. Mungkin itu caraNya menghibur saya. dengan menyibukkan, berharap saya lupa. Tiba-tiba.
Setiap malam saya tidur cepat. Tidak ada hal menarik yang membuat saya rela buka mata lebih lama. Seakan dunia setelah gelap, lebih indah. Lebih menawarkan langit terang nan hangat. Padahal saya hanya melewatkan waktu. Dan tiba-tiba bangun, masih dengan sakit kepala. Melanjutkan aktivitas. Lagi.
Kadang saya hanya ingin ditanya, kenapa. Meski akan saya jawab, tidak apa-apa. Tapi layaknya perempuan belia korban sinetron, pertanyaan kenapa bisa menjadi penyejuk. Bahwa saya tidak sendiri. Ada orang lain yang memperhatikan, dan patut diperhatikan balik. Sudah cukuplah dengan egoisme ini. bermurung durja sendiri. Bersedih sendiri. Menyesali yang sudah jadi kenangan sendiri. Lucu.
Tapi saya jadi mengerti. Tidak ada orang lain, selain saya sendiri, yang bisa membuat saya kembali. Menarik diri untuk Bangun. Dari mimpi panjang. Menarik kembali senyum. Yang terkulum.
Baiklah, mari kita mulai kembali.
Halo November. Saya siap.
*jabat tangan.
Kata ibu itu hanya masalah kebiasaan. Saya belum terbiasa ditolak. Apalagi dengan ekspektasi tinggi. Harapan melambung tinggi. Fantasi gila. Jadi begitu pada akhirnya saya gagal, rasanya seperti disambar petir tengah hari. Atau dijatuhkan dari lantai 2.
Rasanya tidak sakit. Tapi mendung ini tidak juga mau pergi. Yang hasilnya, mood saya berantakan berhari-hari. Ironi.
Manakala niat awal iseng, harus berakhir tertimpa tangga. Selalu begitu.
Tapi bulan ini bahkan baru berjalan 6 hari. Dan tiba-tiba pekerjaan saya seperti tidak ada habisnya. Selalu ada tanggungan setiap weekend. Mungkin itu caraNya menghibur saya. dengan menyibukkan, berharap saya lupa. Tiba-tiba.
Setiap malam saya tidur cepat. Tidak ada hal menarik yang membuat saya rela buka mata lebih lama. Seakan dunia setelah gelap, lebih indah. Lebih menawarkan langit terang nan hangat. Padahal saya hanya melewatkan waktu. Dan tiba-tiba bangun, masih dengan sakit kepala. Melanjutkan aktivitas. Lagi.
Kadang saya hanya ingin ditanya, kenapa. Meski akan saya jawab, tidak apa-apa. Tapi layaknya perempuan belia korban sinetron, pertanyaan kenapa bisa menjadi penyejuk. Bahwa saya tidak sendiri. Ada orang lain yang memperhatikan, dan patut diperhatikan balik. Sudah cukuplah dengan egoisme ini. bermurung durja sendiri. Bersedih sendiri. Menyesali yang sudah jadi kenangan sendiri. Lucu.
Tapi saya jadi mengerti. Tidak ada orang lain, selain saya sendiri, yang bisa membuat saya kembali. Menarik diri untuk Bangun. Dari mimpi panjang. Menarik kembali senyum. Yang terkulum.
Baiklah, mari kita mulai kembali.
Halo November. Saya siap.
*jabat tangan.
Komentar
Posting Komentar