rumahku istanaku

kurang lebih 17 tahun, saya tinggal disana. sejak lahir sampai saya lulus sekolah menengah. sebuah rumah tipe sangat sederhana di kompleks perumahan tempat bapak saya bekerja.

rumah itu sempit. hanya dua kamar tidur, satu kamar mandi. bahkan sampai terbentuk istilah, kemana-mana ketemu. teriak dari kamar pun, siapapun di belakang pasti ikutan dengar.

tampak depan rumah saya (tidak terawat lagi oleh penghuni barunya) :(
hanya ada beberapa kepala keluarga yang tinggal disana. tapi semua keluarga saling mengenal satu sama lain. bahkan anak-anaknya pun usianya tidak berbeda satu sama lain. saya punya banyak sekali teman.

dari kecil, saya selalu bebas bermain bersama-sama teman satu komplek. dari pagi sampai malam (kalau sedang malam minggu). yang ibu-ibu berkumpul di satu sudut, yang bapak-bapak di sudut lainnya. betapa kami semua sangat dekat satu sama lain. sebuah kehangatan dan kenyamanan yang mahal rasanya.

gedung asrama di sebelah rumah saya
 sempat terpikirkan, bagaimana kalau suatu saat saya harus pergi dari rumah ini? harus tinggal di rumah yang bukan komplek? yang saya tidak punya teman? apakah saya akan survive?

ketakutan saya bukan tanpa alasan, saya bukan tipe orang yang supel dan mudah bergaul. semua teman saya di komplek adalah teman-teman sejak bayi. pertemanan dan kedekatan tumbuh tanpa kenalan. semuanya tumbuh dan berkembang begitu saja. begitu polos dan sederhana.

setiap sudut komplek seperti melekat di dalam pikiran saya. terpatri di dalam memori. begitu indah dan bikin sedih.

pohon jambu di sebelah rumah saya, tempat saya belajar manjat pohon dan akhirnya selalu nangkring di atasnya. sampai akhirnya saya terlalu besar untuk dahannya dan bapak saya membakar pohon itu.

pohon jambu di belakang rumah, tempat saya dan ibu saya dulu sering gelar tiker dan ngerujak siang-siang disana. bersama tetangga lainnya.

potongan ban di sebelah rumah tante Umi, tempat saya kerap duduk disana sore hari sambil menunggu teman-teman selesai mandi.

salah satu sudut komplek, tempat kumpul ibu-ibu waktu sore
lapangan basket, tempat saya keranjingan main basket selepas baca komik Harlem Beat dan nekad main basket dengan teman-teman meskipun tetap enggak berhasil. sampai akhirnya rela duduk di pinggiran karena enggak dapat bola.

garasi rumah mas ucup, tempat saya dan teman-teman pernah melewatkan malam tahun baru sambil bakar-bakar jagung dan singkong diteman televisi 14 inchi yang diletakkan di luar plus vcd.

belakang rumah mas iik, tempat saya dan teman-teman berebutan ngambil jambu monyet dan dimakan ramai-ramai sementara kacang metenya kami bakar. hemmm... rasanya enak sekali :)

mushola di belakang rumah saya, tempat kami sholat tarawih berjamaah, belajar mengaji, sampai sholawatan menjelang Idul Fitri

musholla di belakang rumah saya
 bengkel dan selasar kantor, tempat kami belajar main tembak-tembakan dengan sasaran tembak lampu-lampu neon di bengkel-bengkel. dan saya masih ingat, betapa saya merasa gagah sekali dengan pistol di sela pinggang celana saya waktu itu

lapangan badminton, tempat kami biasanya menggelar lomba-lomba 17 agustus-an. lari kelereng, joget balon, makan kerupuk, badminton, masukin benang dalam jarum, dll.

dan masih banyak lagi tempat-tempat, sudut-sudut yang begitu meninggalkan cerita disana.

dan kini, setelah lebih dari 3 tahun saya tinggalkan, dan saya kembali lagi, semuanya sudah berubah. semuanya tidak lagi sama.


salah satu bengkel. tempat saya pernah belajar naik sepeda dan jatuh ke gorong-gorongnya :(
bukan hanya banyaknya penghuni baru, tapi juga tidak ada lagi tradisi-tradisi yang dilakukan.

orang berubah, begitu pula situasi.

saya sedih.

tapi saya beruntung. saya punya rumah pertama yang begitu melekat erat kenangannya.

saya beruntung karena masa kecil saya begitu indah.

:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

selamat berkurang umur

Roti Goreng Isi Coklat