dia-yang-menjadi-bayang-bayang
jarang sekali saya bersedia bicara tentang laki-laki. apalagi tentang dia. karena sekali terucap kata dia, dan bagai sebuah arus air bah, seluruh kalimat, cerita, curhatan, dan isi hati bisa keluar tanpa bisa di rem. seperti banjir bandang yang merusak dan tidak perduli siapapun yang mendengar dan pasang badan, cerita akan terus berlari hingga berhenti pada satu titik yang juga ngambang. merusak dan mengambang. menyisakan cerita yang tidak selesai.
cerita yang belum selesai.
seperti sekarang. ketika saya memutuskan untuk mulai bercerita tentang cerita yang belum selesai, untuk saya. cerita tentang dia, yang selama ini menjadi bayang-bayang saya, yang menjadi tanda kurung atau koma, yang saya simbolkan dengan angin.
kenapa angin?
angin selalu bisa dirasakan. dimanapun saya berada. pagi, siang, malam, sore, hujan, panas, dingin, kering, salju, apapun kondisinya. dengan siapapun saya sedang bersama. saya selalu merasakan angin. kadang mengelus mesra tubuh, kadang menyentil perih, kadang mendinginkan hati, kadang menyamankan tidur, namun kadang ia meluluh lantakkan. menghadang dan menerjang hingga saya terhempas, tersungkur, dan menangis sedih. angin mendatangi saya dalam amarah dan meninggalkan saya terluka.
tapi semanis apapun angin datang, semenakutkan apapun marahnya dia pada saya, saya tidak pernah menolak kehadirannya. saya selalu merindukan ia. saya mencarinya dan memohonkan ia datang dalam diam. dalam hati. dalam doa.
namun semanis apapun ia, semenakutkan apapun ia, sebagaimanapun saya memohonnya, angin tidak pernah kekal. dia tidak akan mau barang semenit hanya berhembus di sekitar saya. hanya menyelimuti tubuh saya. ia bergerak. mendekat dan menjauh. tapi tidak mau berhenti dan jadi milik saya. angin milik semua orang. betapapun saya mencintainya dan mendambanya.
begitulah angin.
begitulah saya menamainya.
seseorang yang secara regular hadir tanpa mau dimiliki
seseorang yang selalu menjadi bayang-bayang saya
seseorang yang bertransformasi menjadi obsesi
obsesi saya pada dia. obsesi saya pada angin.
jika angin mengelus lembut pipi saya.
begitulah ia hadir. selayaknya angin. indah sekaligus menakutkan.
Komentar
Posting Komentar