diary
enggak sengaja tadi siang saya bongkar-bongkar tumpukan buku dan komik di kamar bekas gudang. salah satu ritual atau kebiasaan saya setiap pulang ke rumah.
dari tumpukan itu, saya menemukan dua buku yang dulunya saya pakai jadi diari, sejak kelas 1 SMP.
lucu banget bagaimana saya tahu kalau sedari dulu saya sudah suka dan rajin sekali menulis. bahkan hampir setiap hari selama sekolah saya terus menulis. mulai dari kegiatan gak penting, semi penting, sampai yang paling penting(dulunya).
tapi sedikit miris begitu saya tahu bahwa sedari saya sekecil itu, masih ingusan kalo kata orang-orang tua, saya lebih banyak bicara tentang cinta. banyak sekali kata-kata 'suka' yang saya tuliskan dan ceritakan. saya suka inilah, saya suka itulah, saya suka yang ini, dia, dan lain-lain. bagaimana sejak dulu saya sudah terjebak pada permainan perasaan. saya masih kecil dan ingusan. tapi saya bahkan bisa berpikir untuk menyukai seorang laki-laki yang adalah kakak kelas, teman sekelas, teman di rumah, dan masih banyak lagi. terlalu polos mengungkapkan isi hati atau kemakan sinetron? yang pasti saya menyesal kenapa sedari tahu otak saya isinya cuman cinta-cintaan.
entah sejak kapan saya kepikiran buat nulis diary. kalo wikipedia bilang diary itu catatan kejadian yang kita alami sehari-hari. fungsinya sebagai kenang-kenangan yang bisa kita baca di masa depan. waktu kita sudah beberapa tahun di atasnya. seperti sekarang ini.
apakah menulis di blog seperti ini juga termasuk buku diary? atau buku diary yang saya tulis bertahun-tahun silam itu isinya cuman sesi curhat yang enggak kesampaian sama orang lain? jadi menumpahkan di dalam buku? sampai saya punya banyak sekali buku diari yang sifatnya enggak lagi pribadi karena sudah tersebar kemana-mana.
yang pasti, satu yang saya temukan hari ini. yang saya sadari dan pantas untuk saya renungi: saya terlalu banyak menyianyiakan waktu hanya untuk berpikir tentang perasaan. khususnya perasaan antar dua jenis kelamin berbeda. yang sebenarnya belum penting untuk anak seusia saya dulu. dan saya terjebak di dalamnya.
mungkin saya masih punya banyak waktu untuk merubahknya. untuk sadar. perasaan sudah terlalu banyak dimainkan. saatnya berpijak pada satu orang. saatnya berhenti berpikir tentang perasaan, tapi jalani. bukan saatnya untuk menjadi anak kecil ingusan.
saatnya menulis yang berguna dan bukan lagi curhatan. saatnya jadi kerjaan.
well, saya masih curhat juga.
dari tumpukan itu, saya menemukan dua buku yang dulunya saya pakai jadi diari, sejak kelas 1 SMP.
lucu banget bagaimana saya tahu kalau sedari dulu saya sudah suka dan rajin sekali menulis. bahkan hampir setiap hari selama sekolah saya terus menulis. mulai dari kegiatan gak penting, semi penting, sampai yang paling penting(dulunya).
tapi sedikit miris begitu saya tahu bahwa sedari saya sekecil itu, masih ingusan kalo kata orang-orang tua, saya lebih banyak bicara tentang cinta. banyak sekali kata-kata 'suka' yang saya tuliskan dan ceritakan. saya suka inilah, saya suka itulah, saya suka yang ini, dia, dan lain-lain. bagaimana sejak dulu saya sudah terjebak pada permainan perasaan. saya masih kecil dan ingusan. tapi saya bahkan bisa berpikir untuk menyukai seorang laki-laki yang adalah kakak kelas, teman sekelas, teman di rumah, dan masih banyak lagi. terlalu polos mengungkapkan isi hati atau kemakan sinetron? yang pasti saya menyesal kenapa sedari tahu otak saya isinya cuman cinta-cintaan.
entah sejak kapan saya kepikiran buat nulis diary. kalo wikipedia bilang diary itu catatan kejadian yang kita alami sehari-hari. fungsinya sebagai kenang-kenangan yang bisa kita baca di masa depan. waktu kita sudah beberapa tahun di atasnya. seperti sekarang ini.
apakah menulis di blog seperti ini juga termasuk buku diary? atau buku diary yang saya tulis bertahun-tahun silam itu isinya cuman sesi curhat yang enggak kesampaian sama orang lain? jadi menumpahkan di dalam buku? sampai saya punya banyak sekali buku diari yang sifatnya enggak lagi pribadi karena sudah tersebar kemana-mana.
yang pasti, satu yang saya temukan hari ini. yang saya sadari dan pantas untuk saya renungi: saya terlalu banyak menyianyiakan waktu hanya untuk berpikir tentang perasaan. khususnya perasaan antar dua jenis kelamin berbeda. yang sebenarnya belum penting untuk anak seusia saya dulu. dan saya terjebak di dalamnya.
mungkin saya masih punya banyak waktu untuk merubahknya. untuk sadar. perasaan sudah terlalu banyak dimainkan. saatnya berpijak pada satu orang. saatnya berhenti berpikir tentang perasaan, tapi jalani. bukan saatnya untuk menjadi anak kecil ingusan.
saatnya menulis yang berguna dan bukan lagi curhatan. saatnya jadi kerjaan.
well, saya masih curhat juga.
Komentar
Posting Komentar