Pasuruan : Sri Tandjung oh Sri Tandjung

saya suka sekali jalan-jalan. kemanaaaaaa pun itu. tanpa harus menunggu jadwal stress mingguan atau libur beneran, i'll make my own holiday! Hahaha..,

sebenarnya sudah dari dulu sekali, setelah saya tidak mabok-an lagi kalo naik mobil dan tidak alergi lagi sama bau parfum mobil, hobi dan minat jalan-jalan saya bisa tersalurkan. kalau masih di bawah ketek orangtua, aksi jalan-jalan saya kebanyakan terbatas hanya di dalam kota dengan keluarga. pantai yang paling jauh. sementara yang keluar kota, seringnya dalam rangka acara - sekali lagi - keluarga, juga denga keluarga (besar).

Hmm.., serombongan besar ke Cilacap mengantar kakak sepupu nikahan dengan nyewa mini bus adalah pengelaman pertama yang luar biasa. soalnya, keluarga besar dari ibu saya kebanyakan para komedian. jadi bisa dipastikan, sepanjang perjalanan jadi seperti panggung stand comedy berjalan.

Pernah juga ke Palembang dalam rangka menengok kakak sepupu yang baru melahirkan. dan akibat bude yang enggak bisa kena AC, saya jadi harus merasakan naik kereta api gerbong bisnis yang bahkan kereta belom jalan, penumpang sudah pada gelar koran buat tidur di lantai. belum lagi dengan pedagang yang hilir mudik sepanjang malam plus pengamen yang bahkan parahnya bangunin buat minta kita uang. What a super hectic night it was!! jangan berharap bisa tidur nyenyak.

syukur Alhamdulillah, begitu saya diterima sekolah di pulau seberang, kesempatan saya buat jalan-jalan terbuka lebar.

meskipun dengan budget yang digabung dengan jatah bulanan, nyatanya selama 4 tahun saya mengenyam pendidikan sarjana, saya masih bisa menyimpan uang sedikit-sedikit buat biaya perjalanan dan tetap masih bisa makan enak setiap awal bulan. :D

saya sendiri tidak begitu ingat detail banyak jalan-jalan yang pernah saya lakukan selama 4 tahun lebih itu, but let me try to remember:

Sri Tandjung oh Sri Tandjung

pada awal semester pertama saya tinggil di kota orang, saya mendapat kesempatan untuk bisa melakukan perjalanan untuk yang pertama kali, tidak dengan orang tau. walaupun masih dengan saudara: om, tante, keponakan, dan mbah, menuju Pasuruan. kampung halaman bapak saya.

karena status saya yang cuman ngikut, jadi saya juga manut mau naik apapun asalkan sampai disana dengan selamat sentosa. dan kereta api adalah transportasi paling menawan saat itu. murah, cepat, dan ekonomis. yang saya tidak tahu adalah harga yang murah ternyata beneran murah tanpa fasilitas yang layak. bagaimana tidak harganya cuman kurang dari 50 rb.

awal naik kereta, kami berempat mendapat tempat duduk yang lapang. kereta masih sepi dan bisa milih kursi tentunya. Oke., firasat masih bagus. tapi di tengah perjalanan, ketika akhirnya penumpang naik dari stasiun-stasiun setelahnya.., firasat semakin buruk. jumlah kursi yang disediakan, nyatanya tidak seimbang dengan jumlah penumpang yang diijinkan untuk naik (pada waktu itu penumpang masih boleh membeli tiket berdiri).., dan alhasil kursi yang idealnya dan seHARUSnya hanya diduduki 2 orang, dipaksa untuk muat 4 orang. What the F???!!

orang-orang memaksa untuk duduk dimanapun mereka melihat kursi masih menyisi 5 cm. dan percayalah, perjalanan Yogyakarta-Pasuruan yang memakan waktu 8 jam sungguh amat sangat menyiksaaaaaa!!!!

tapi yang membuat saya semakin heran adalah keluarga saya semuanya kelihatan santai dan enjoy. mereka bahkan sempat tertidur pulas di tengah perjalanan. sementara saya, cuman bisa duduk diam sambil menahan mual. ini kereta beneran isinya karbondioksida doang kayaknya. saking terlalu banyaknya orang, dan besar jendela yang terbuka hanya sepersekiannya mungkin. Oh noo. HELP... !!!! saya keracunaaaaaannnn...!!!

rupanya perjuangan saya tidak hanya sampai disitu. saya tidak hanya harus berjuang untuk bertahan di tengah deraan dan terpaan bau-bau menyengat keringat penumpang yang YUCK!, tapi juga harus berjuang untuk keluar dari kereta begitu kereta sampai di stasiun di Pasuruan. saking penuhnya orang, sampai pintu keluar gerbong pun tertutup dengan kepala dan percaya atau tidak, untuk sampai keluar saya terpaksa harus menginjak kaki-kaki penumpang lainnya yang berdiri saking lantai sudah tidak bisa lagi dilihat yang mana.

begitu sampai di luar, saya langsung berjanji dalam hati, tidak akan pernah naik kereta Sri Tandjung lagi. Cukup Sekaliiiiiiii!!!

** tapi sekarang sepertinya sudah tidak begitu lagi, semenjak kereta api menerapkan sistem no karcis berdiri. tapi mau membuktikan keburu hilang nyali. hehehe.., saya kapok beneran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

selamat berkurang umur

Roti Goreng Isi Coklat