Being Invisible
Kemalasan dan kesibukan lainnya menjadi salah satu alasan kenapa saya beberapa kali tidak bisa datang ketika ada pertemuan penting, semi penting sampai yang enggak penting a.k.a hura-hura.
Tapi saya pastikan untuk sebisa mungkin saya hadir ketika waktu bekerja saya datang.
Komitmen saya mungkin tidak sebesar volunteer lainnya, tapi saya berusaha untuk menunaikan apa yang menjadi tanggung jawab saya.
Tapi ada satu hal yang kemudian saya memutuskan untuk tetap menjadi invisible di hadapan the owner.
Beberapa kali ketika pertemuan besar, beliau menganggap bahwa beberapa volunteer tidak berkomitmen pada yayasan ini dengan tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan dan selalu terdepan ketika kegiatan enggak penting. Apalagi saya selalu tidak ngeh kalau dia bertanya tentang perkembangan yayasan, atau acara apapun itu.
concern saya memang tidak sekuat itu untuk selalu mencari tahu semua perkembangan. Dan itu yang semakin membuat dia marah. Dan itu yang semakin membuat saya menghindar dan menjadi invisible. Sampai sekarang.
Saya tidak ambil pusing dan merasa perlu beliau menyadari kehadiran saya karena memang sepertinya beliau tidak pernah menyadarinya. Sehingga eksistensi saya dalam kegiatan-kegiatan rutin tidak terhitung. Saya invisible.
Yang penting, saya mengerjakan apa yang menjadi kerjaan saya. Tidak perduli beliau atau yang lain melihat dan men-judge apa. Iya, kan?
Komentar
Posting Komentar